MODEL,
PENDEKATAN, DAN TEKNIK-
TEKNIK
SUPERVISI PENDIDIKAN
Resyi A.Gani, M.Pd.
Bab ini membahas
model, pendekatan dan teknik supervisi. Pokok utama yang dibahas meliputi :
A. Pengembangan model supervisi
1
Model Konvensional
2
Model Ilmiah
3
Model Klinis
4
Model Artistik
B.
Pendekatan supervisi yang disajikan adalah
1
Pendekatan direktif
2
Pendekatan non- direktif
3
Pendekatan kolaboratif
C. Teknik-teknik
supervisi yang dibahas mencakup :
1
Supervisi yang bersifat individual.
2
Teknik supervisi yang bersifat kelompok.
A. Pengembangan Model Supervisi
Yang dimaksud dengan model dalam uraian ini ialah
suatu pola, contoh : acuan dari supervisi yang diterapkan. Ada berbagai model
yang berkembang.
(1)
Model supervisi yang konvesional
(tradisional)
Model ini tidak alin dari refleksi dari kondisi
masyarakat pada suatu saat. Pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal, akan
berpengaruh pada sikap pemimpin yang otokrat dan korektif. Pemimpin cenderung
untuk mencari-cari kesalahan. Perilaku supevisi ialah mengsdakan inspeksi untuk
mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang-kadang bersifat memata-matai.
Perilaku seperti ini oleh Oliva P.F. (1984: 7) disebut snoopervision
(memata-matai). Sering disebut supervisi yang korektif. Memang sangat mudah
untuk mengkoreksi kesalahan orang lain, tetapi lebih sulit lagi unuk melihat
segi-segi positif hubungan dengan hal-hal yang baik. Pekerjaan seorang
supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan dalam membimbing sanga
bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan. akibatnya guru
merasa tidak puas dan ada dua sikap yang tampak dalam kinerja guru:
(1)
Acuh tak acuh (masa bodoh)
(2)
Menantang (agresif)
Praktek mencari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak sampai
saat ini. Para pengawas datang ke sekolah dan menanyakan mana satuan pelajaran.
Inio salah dan seharusnya begini. Praktek-praktek supervisi seperti ini adalah
cara memberi supervisi yang konvensional. Ini bukan berarti bahwa tidak boleh
menunjukkan kesalahan. Masalahnya ialah bagaimana car akita mengkomunikasikan
bahwa dia harus memperbaiki kesalahan. Para guru akan dengan senang hati
melihat dan menerima bahwa ada yang harus diperbaiki. Caranya harus secara
taktis pedagogis atau dengan perkataan lain, memakai bahasa penerimaan bukan
bahasa penolakan (Thomas Gordon, 1988).
(2)
Model supervisi yangbersifat ilmiah.
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
Dilaksanakan secara berencana dan kontinu.
Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu.
Menggunakan instrument pengumpulan data.
Ada data yang obyektif yang diperoleh dari kesalahan yang riil.
Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau check
list para siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar
guru/dosen di kelas. Hasil penelitian diberikan kepada gury-guru sebagai balikan
terhadap penampilan mengajar guru pada cawu atau semester yang lalu. Data ini
tidak berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat
perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil
perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan supervisi
yang lebih manusiawi.
(3)
Model Supervisi Klinis.
3.1 Beberapa Pembatasan tentang Supervisi
Klinis.
Supervisi klinis adalah
bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui
siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang
intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan
mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. (R. Willem dalam Archeson dan
Gall, 1980 : 1 / terjemahan S.L.L Sulo, 1985). K.A. Archeson dan M.D. Gall
(1980 : 25) terjemahan S.L.L Sulo, 1985 : 5, mengemukakan supervisi klinis
adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku
mengajar yang nyata dengan dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah suatu
proses pembimbing dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan
profesional guru dalam pengenalan mengajar melalui observasi dan analisis data
secara objektif, teliti sebagai dasar untuk usaha mengubah perilaku mengajar
guru. Ungkapan supervisi klinis (Clinical supervision) sebenarnya
digunakan oleh Morries Cogan, Robber Education. Tekanan dalam pendekatan di
Havard School of bersifat khusus melalui
tatap muka dengan guru pengajar. Inti bantuan terpusat pada perbaikan
penampilan dan perilaku mengajar guru (Archeson dan Gall, 1980 :8).
3.2 Mengapa Perlu Dikembangkan Supervisi Klinis
di Lingkungan Guru-guru ?
Ada
berbagai faktor yang mendorong dikembangkannya supervisi klinis bagi guru-guru.
a.
Dalam kenyataannya yang dikerjakan supervisi ialah
mengadakan evaluasi guru-guru semata. Di akhir satu semester guru-guru mengisi
skala penilaian yang diisi peserta didik mengenai cara mengajar guru. Hasil
penilaian diberikan kepada guru-guru dalam mengajar hanya mencapai tingkat
penampilan seperti itu. Cara ini menyebabkan ketidakpuasan guru secara
tersembunyi.
b.
Pusat pelaksanaan superisi adalah supervisor, bukan
berpusat pada apa yang dibutuhkan guru, baik kebutuhan profesional sehingga
guru-guru tidak merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi pertumbuhan
profesinya.
c.
Dengan menggunakan merit rating (alat penilaian
kemampuan guru), maka aspek-aspek yang diukur terlalu umum. Sukar sekali untuk
mendeskripsikan tingkah laku guru yang paling mendasar seperti yang mereka
rasakan, karena diagnosisnya tidak mendalam, tapi sangat bersifat umum dan
abstrak.
d.
Umpan balik diperoleh dari hasil pendekatan, sifatnya
memberi arahan, petunjuk , instruksi, tidak menyentuh masalah manusia yang
terdalam yang dirasakan guru-guru, sehingga hanya bersifat dipermukaan.
e.
Tidak diciptakan hubungan identifikasi dan analisis
diri, sehingga guru-guru melihat konsep dirinya. Seperti yang dikemukakan P.
Winggens bahwa dalam diri seseorang ada 3 konsep diri, yaitu :
(1). Saya
dengan self concept saya sendiri.
(2). Saya
dengan self idea saya sendiri.
(3). Saya
dengan self reality saya sendiri. supervisi selamanya dapat menemukan
dirinya sendiri dan menjadi diri sendiri.
f.
Melalui diagnosis dan analisis dirinya sendiri guru
menemukan dirinya. Ia sadar akan kemampuan dirinya dengan menerima dirinya dan
timbul motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk memperbaiki dirinya sendiri.
praktek-praktek supervisi yang tidak manusiawi itu menyebabkan kegagalan dalam
pemberian supervisi kepada guru-guru, itulah sebabnya perlu supervisi klinis.
3.3 Ada Beberapa Ciri Supervisi Klinis
a.
Dalam supervisi klinis, bantuan yang diberikan bukan
bersifat instruksi atau memerintah. Tetapi tercipta hubungan manusiawi,
sehingga guru-guru memiliki rasa aman. Dengan timbulnya rasa aman diharapkan
adanya kesediaan untuk menerima perbaikan.
b.
Apa saja yang akan disupervisi itu timbul dari harapan
dan dorongan dari guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan itu.
c.
Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru
merupakan satuan yang terintegrasi. Harus dianalisis sehingga terlihat
kemampuan apa, ketrampilan apa yang spesifik yang harus diperbaiki.
d.
Suasana dalam pemberian supervisi adalah suasana yang
penuh kehangatan, kedekatan dan keterbukaan.
e.
Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan
mengajar tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian guru, misalnya motivasi
terhadap gairah mengajar.
f.
Instrument yang digunakan untuk observasi disusun atas
dasar kesepakatan antara supervisor dan guru.
g.
Balikan yang diberikan harus secepat mungkin dan
sifatnya obyektif.
h.
Dalam percakapan balikan sehausnya datang dari pihak
guru lebih dulu, bukan dari supervisor.
3.4 Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis
a.
Supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan
inisiatif dari para guru lebih dahulu. Perilaku supervisor harus sedemikian
taktis sehingga guru-guru terdorong untuk berusaha memintan bantuan dari
supervisor.
b.
Ciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif
dan rasa kesejawatan.
c.
Ciptakan suasana bebas di mana setiap orang bebas
mengemukakan apa yang dialaminya. Supervisor berusaha untuk apa yang diharapkan
guru.
d.
Objek kaitan adalah kebutuhan profesional guru yang
riil yang mereka sungguh alami.
e.
Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik
yang harus diangkat untuk diperbaiki.
3.5 Langkah-Langkah dalam Pelaksanaan Supervisi Klinis
Langkah-langkah dalam supervisi klinis melalui tiga tahap pelaksanaan sebagai
berikut :
(1). Pertemuan
awal
(2). Observasi
(3). Pertemuan
akhir
Perlu dijelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh supervisor dan apa
yang seharusnya dikerjakan guru.
01
Tahap Awal Supervisi
Dalam percakapan awal, seorang guru mengeluh, bahwa pada saat dia
mengajar ada 3 orang siswa yang selalu mengganggu ketertiban di kelas. Guru
sudah berusaha memperbaiki tapi ketiga siswa itu tetap membandel. Melalui
percakapan awal ini guru mengharapkan agar supervisor sendiri melihat situasi
pada saat dia mengajar. Dan guru sudah melakukan, supervisor setuju untuk
mengikuti guru waktu mengajar.
02
Observasi
Pada tahap observasi menggunakan alat observasi check list sebagai
berikut :
Perilaku Siswa
Waktu
|
Perhatian
Pada
Tugas
|
Tidak
Ada
Perhatian
Pasif
|
Tidak
ada
Perhatian
Aktif
|
8.10
|
|
|
|
8.15
|
|
|
|
8.20
|
|
|
|
8.25
|
|
|
|
8.30
|
|
|
|
Cara mengisinya :
Pengamat melihat seorang siswa pada saat pelajaran berlangsung melakukan
sesuatu yang agak lain. Ia mencatata apa yang dilihatnya. Pada 5 menit awal ia
memberi tanda (x ) pada kolom perhatian pada tugas. Pada 10 menit
berikutnya ia mencatat ada salah seorang siswa yang tidur melamun dan kepalanya
diletakkan di atas meja. Ia memberi tanda (x ) pada kolom tidak ada
perhatian (pasif). Pada menit ke-20 ia melihat siswa keluar dari tempat
duduk. Ia mencatat pada kolom tidak ada perhatian (aktif).
Analisis Data dan Interpretasi Data
Waktu
|
Perhatian Pada
Tugas
|
Tidak Ada
Perhatian
Pasif
|
Tidak ada
Perhatian
Aktif
|
8.10
|
xxx
|
x
|
|
8.15
|
xx
|
xxx
|
xx
|
8.20
|
|
xx
|
|
8.25
|
|
|
xxx
|
8.30
|
|
xxx
|
|
8.35
|
x
|
xxxx
|
Xxxx
|
8.40
|
|
|
|
8.45
|
|
|
|
Berdasarkan data dfiatas ternyata pada sepuluh menit
pertama siswa
itu berpartisipasi dan menaruh perhatian aktif sebanyak 6 kali dari 30
kesempatan yang disediakan atau ![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif)
= 20 % dari seluruh waktu.
Ternyata pada menit ke-15 ketiga siswa telah menunjuukkan tidak ada
perhatian secara pasif dan kemudian menjadi tidak ada perhatian secara aktif.
Data ini membuktyikan bahwa ada masalah pada anak-anak itu.
Percakapan sesudagh analisis
Terjadi percakapan antara supervisor dengan guru. Dalam percakapan itu
terungkap bahwa para siswa tidak menaruh perhatian, karena guru hanya melarang
tapi tidak berusaha memecahkan masalah. Waktu berikut diadakan analisis dan
seperti pada alat pencatat data. Oleh karena guru yang tidak berusaha
memecahkan masalah 9yaitu ketiga siswa menunjukkan tidak ada perhatian pada
saat guru mengajar). Lalu diadakan diskusi bagaimana cara memperbaiki perilaku
guru waktu mengajar. Selama percakapan berlangsung supervisor dapat menggunakan
pendekatan direktif, non-direktif atau kolaboratif dengan perilaku seperti yang
diharapkan.
4. Model Supervisi Artistik
Mengajar
adalah suatu pengethauan (Knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (Skill),
tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar
supervisi juga sebagai kegiatan mendidik. Dapat dikatakan bahwa supervisi
adalah suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat.
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working
for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others),
bekerja melalui orang lain (working though the others). Dalam hubungan
bekerja dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur
utama. Hubungan manusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang
lain sebagaimana adanya hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan.
Saling percaya saling mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling
menerima seseorang sebagaimana adanya. Hubungan tampak melalui pengungkapan
bahasa, yaitu supervisi lebih banyak menggunakan bahasa penerimaan ketimbang
bahasa penolakan (Thomas Gordon, 1985). Supervisor yang mengembangkan model
artistik akan menampak dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang dibimbing
sedemikian baiknya sehingga para guru merasa diterima. Adanya perasaan aman dan
dorongan positif untuk berusahauntuk maju. Sikap seperti mau belajar mendengarkan
perasaan orang lain., mengerti orang lain dengan problema-problema yang
dikemukakan, menerima orang lain sebagaimana adanya, sehingga orang dapat
menjadi dirinya sendiri. itulah supervisi artistik. Dalam bukunya Supervision
of Teaching, Sergiovani Th.J menyamakan beberapa ciri yang khas tentang
model supervisi yang artistik, antara lain :
(1). Supervisi
yang artistik memerlukan perhatian agar lebih banyak mendengarkan daripada
banyak berbicara.
(2). Supervisi
yang artistik sangat mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru dalam
rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi muda.
(3). Model
artistik terhadap supervisi, menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak
terhadap proses kehidupan kelas dan peristiwa-peristiwa yang signifikan yang
dapat ditempatkan dalam konteks waktu tertentu.
(4). Model
artistik terhadap supervisi, menuntut untuk memberi perhatian lebih banyak
proses kehidupan kelas dan proses itu diobservasi sepanjang waktu tertentu,
sehingga diperoleh peristiwa-peristiwa yang signifikan yang dapat ditempatkan
dalam konteks waktu tertentu.
(5). Model
artistik terhadap supervisi memerlukan laoran yang menunjukkan bahwa dialog
antara supervisor yang supervisi dilaksanakan atas dasar kepemimpinan yang
dilakukan oleh kedua belah pihak.
(6). Model
artistik terhadap supervisi memerlukan suatu kemampuan berbahasa dalam cara
mengungkapkan apa yang dimiliki terhadap orang lain yang dapat membuat orang
lain dapat menangkap dengan jelas ciri ekspresi yang diungkapkan itu.
(7). Model
artistik terhadap supervisi memerlukan kemampuan untuk menafsir makna dari
peristiwa yang diungkapkan, sehingga orang lain memperoleh pengalaman dan
membuat mereka mengappreciate yang dipelajarinya.
(8). Model
artistik terhadap supervisi menunjukkan fakta bahwa supervisi yang bersifat
individual, dengan kekhasannya, sensitivitas dan pengalaman merupakan
instrument yang utama yang digunakan dimana situasi pendidikan itu diterima dan
bermakna bagi orang yang disupervisi.
B. Pendekatan Supervisi Pendidikan
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan supervisi
modern didasarkan pada prinsi-prinsip psikologis. Suatu pendekatan atau teknik
pemberian supervisi, sangat bergantung kepada prototipe guru. Ada satu
paradigma yang dikemukakan Glickman untuk memilah-milah guru dalam empat
prototipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar, yaitu
berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian. Kalau kedua kemampuan itu
digambarkan secara bersilang seperti gambar di bawah ini :
![]() |
|||
|
|||
Akan
terdapat em[pat kuadran (sisi). Ada 4 sisi : Sisis I, II, III, IV. Tiap sisi
terdapat dua kemampuan yang disingkat A (daya abstrak), K (Komitmen). Uraian
jkuncinya sebagai berikut :
(1). Tiap
sisi yang terdapat di sebelah kanan garis abstrak (sebelah kanan garis tegak lurus).
Komitmennya K tinggi (+).
![](file:///C:\Users\user\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image004.gif)
Setiap sisi yang terdapat di atas garis komitmen
(garis horisontal0 daya abstraknya (A)positif. Sisa semuanya rendah (-),
sehingga sisi II K -, sisi III A-, sisi IV A-, dan K-. dengan demikian kita
menemukan :
I.
Pada sisi I daya A+ K+. Guru semacam ini disebut gur
yang profesional.
II.
Pada sisi II daya abstrak tinggi A+, tetapi komitmen
(K-) disebut guru yang tukang kritik.
III.
Pada sisi III daya abstrak rendah (A-), tetapi komitmen
tinggi (K+) disebut guru yang terlalu sibuk.
IV.
Pada sisi IV daya abstrak rendah (A-) dan juga
komitemen rendah (K-) disebut guru yang tidak bermutu.
Pendekatan dan perilaku serta teknik yang diterapkan
dalam memberi supervisi kepada guru-guru berdasarkan prototipe guru seperti
yang disebut di atas. Bila guru profesional maka pendekatan yang digunakan
adalah non-direktif.
Perilaku supervisor (1) mendengarkan, (2)
memberanikan, (3) menjelaskan, (4) mmnyajikan, (5) memecahkan masalah. Teknik
yang diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.
Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka
pendekatan yang diterapkan adalah kolaboratif. Perilaku supervisi (1)
menyajikan, (2) menjelaskan, (3) mendengarkan, (4) memecahkan masalah, (50
negosiasi. Teknik yang digunakan percakapan pribadi , dialog menjelaskan.
Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang
digunakan adalah derektif. Perilaku supervisor (1) menjelaskan, (2) menyajikan,
(3) mengarahkan, (4) memberi contoh, (5) menetapkan tolak ukur, dan (6)
menguatkan.
Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori
di atas, maka dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan perilaku
supervisi berdasdar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan
pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan supervisor.
(1)
Pendekatan Langsung (Direktif)
Yang dimaksudkan dengan pendekatan direktif adalah cara pendekatan
terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung.
Sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini
berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip behaviorisme
ialah bahwa segala perbuatan berasal dari refleks, yaitu respons terhadap
rangsangan/stimulus. Oleh karena guru ini mengalami kekurangan, maka perlu
diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. Supervisor dapat menggunakan
penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment). Pendekatan
seperti ini dapat dilakukan dengan perilaku supervisor seperti berikut ini.
01
Menjelaskan
02
Menyajikan
03
Mengarahkan
04
Memberi contoh
05
Menetapkan tolak ukur
06
Menguatkan
(2)
Pendekatan Tidak Langsung (Non-direktif)
Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung
(non-direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak
langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan,
tapi ia terlebih dulu mendengarkan
secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak
mungkin kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami.
Pendekatan non-drektif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik.
Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena
pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan
permasalahan yang dihadapi guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya supervisor
mencoba mendengarkan, memahami, apa yang dialami guru-guru. Perilaku supervisor
dalam pendekatan non-direktif adalah
sebagai berikut.
(1). Mendengarkan
(2). Memberi
penguatan
(3). Menjelaskan
(4). Menyajikan
(5). Memecahkan
masalah
(3)
Pendekatan Kolaboratif
Yang dimaksud dengan pendekata koplaboratif adalah
cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non–direktif
menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru
bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam
melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan
ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa
belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan lingkungan pada
gilirannya nantui berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan
demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai berikut:
(1). Menyajikan
(2). Menjelaskan
(3). Mendengarkan
(4). Memecahkan
masalah
(5). Negosiasi
Ketiga macam pendekatan
sudah dikemukakan, yaitu pendekatan langsung (direktif), pendekatan tidak
langsung (non-direktif), dan pendekatan kolaboratif. Sudah rentu pendekatan itu
diterapkan melalui tahap-tahap kegiatan pemberian supervisi sebagai berikut:
a.
Percakapan awal (pre –conference)
b.
Observasi
c.
Analisis / interpretasi
d.
Percakapan akhir (past conference)
e.
Analisis akhir
f.
Diskusi
a. Percakapan Awal
|
:
|
Supervisor bertemu dengan
guru atau sebaliknya. Mereka membicarakan masalah yang dihadapi guru.
|
b. Observasi
|
:
|
Dalam percakapan awal
supervisor berjanji akan mengobservasi kelas atau sebaliknya guru mengundang
supervisi untuk mengadakan observasi di kelas.
|
c. Analisis/Interpretasi
|
:
|
Dalam observasi digunakan
alat pencatatan data. Data dianalisis dan ditafsir.
|
d. Percakapan akhir (past
conference)
|
:
|
Setelah data dianalisis
lalu dibahas bersama dalam suatu percakapan.
|
e. Analisis data
|
:
|
Hasil percakapan yang
dibahas bersama untuk ditindaklanjuti.
|
f. Diskusi
|
:
|
Tahap akhir diadakan
diskusi.
|
Dalam proses pemberian
supervisi, ingatlah pendekatan, perilaku supervisor dan teknik pemberian
supervisi yang dikemukakan dapat diterapkan.
C. Teknik-Teknik Supervisi Pendidikan
Usaha untuk membantu meningkatkan dan mengembangkan potensi sumber daya
guru dapat dilaksanakan dengan berbagai alat (device) dan teknik
supervisi.
Umumnya alat dan teknik supervisi dapat dibedakan dalam dua macam
alat/teknik. (John Minor Gwyn, 1963: 326-327, untuk seorang guru secara
individual, yaitu teknik yang dilaksankan untuk melayani lebih dari satu orang.
1.
Teknik yang bersifat individual
a.
Perkunjungan kelas
b.
Observasi kelas
c.
Percakapan pribadi
d.
Inter-visitasi
e.
Penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar
f.
Menilai diri sendiri
Tiap-tiap teknik ini akan diuraikan secara rinci.
a.
Perkunjungan kelas
-
Pengertian
Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas
untuk melihat cara guru mengajar di kelas.
-
Tujuannya
Perkunjungan ke kelas bertujuan memperoleh data
mengenai keadaan sebenarnya selama guru mengajar. Dengan data itu supervisor
dapat berbincang-bincang dengan guru tentang kesulitan yang dihadapi guru-guru.
Pada kesempatan itu guru-guru dapat mengemukakan pengalaman –pengalaman yang
berhasil dan hambatan-hambatan yang dihadapi serta meminta bantuan, dorongan
dan mengikutsertakan. Oleh karena sifatnya mengadakan peninjauan dan
mempelajari sesuatu yang dilihat sementara guru mengajar, maka sering disebut
observasi kelas.
-
Fungsinya
Perkunjungan kelas ini berfungsi sebagai alat
untuk mendorong guru agar meningkatkan cara mengajar guru dan cara belajar
siswa. Perkunjungan ini dapat memberi kesempatan guru-guru untuk mengungkap
pengalamannya sekaligus sebagai usaha untuk memberikan rasa mampu pada
guru-guru. Karena guru dapat belajar dan memperoleh pengertian secara moral
bagi pertumbuhan kariernya.
Jenis-jenis Perkunjungan
Ada tiga macam perkunjungan kelas
-
Perkunjungan tanpa diberitahu (unannounced
visitation). Supervisor tiba-tiba datang ke kelas tanpa diberitahukan lebih dulu.
Segi positifnya : Ia dapat melihat keadaan yang
sebnarnya, tanpa dibuat-buat. Hal seperti ini dapat membiasakan guru agar selalu
mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
Segi negatifnya : Guru menjadi gugup, karena
tiba-tiba didatangi. Tentu timbul prasangka bahwa ia dinilai dan pasti hasilnya
tidak memuaskan. Ada sebagian guru yang tidak senang bila tiba-tiba
dikunjungi tanpa diberitahu lebih dulu.
-
Perkunjungan dengnan cara memberi tahu lebih
dulu (announced visition). Biasanya supervisor telah memberikan jadwal
perkunjungan sehingga guru-guru memberikan jadwal perkunjungan sehingga
guru-guru tahu pada hari dan jam berapa ia akan dikunjungi.
Segi positif : Bagi supervisor perkunjungan direncanakan ini sangat tepat dan ia punya konsep pengembangan yang kontinu danterencana. Guru-guru pun dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya karena ia sadar bahwa perkunungan itu akan membantu dia untuk dinilai. Tentu saja penilaian yang baik yang diharapkan. Guru dengan sengaja mempersiapkan diri sehingga ada kemungkinan timbul hal-hal yang dibuat-buat dan serba berlebih-lebihan.
-
Perkunjungan atas undangan guru (Visit upon
invitation).
Perkunjungan seperti ini akan lebih baik. Oleh karena
itu guru punya usaha dan motivasi untuk mempersiapkan diri dan membuka diri
agar dia dapat memperoleh balikan dan pengalaman baru dari hal perjumpaannya
dengan supervisor. Pada sisi lain sifat keterbukaan dan merasa memiliki otonomi
dalam jabatannya. Aktualisasi kemampuannya terwujud sehingga ia selalu belajar
untuk mengembangkan dirinya. Sikap dan dorongan untuk mengembangkan diri ini
merupakan alat untuk mencapai tingkat profesional.
Segi positif : Bagi supervisor, ia sendiri dapat belajar berbagai pengalaman dalam berdialog dengan berbagai pengalaman dalam berdialog dengan guru sedangkan guru akan lebih mudah untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya, karena motivasi untuk belajar dari pengalaman dan bimbingan dari supervisor tumbuh dari dalam dirinya sendiri.
Segi negatif : Ada kemungkinan timbul sikap manipulasi, yaitu dengan dibuat-buat untuk menonjolkan diri, padahal waktu-waktu biasa ia tidak berbuat seperti itu.
Perlunya kelas yang baik bila dipersiapkan
secara matang. Tujuan-tujuan ditentukan dengan jelas. Rancangan yang berisi
hal-hal yang harus diperoleh dalam perkunjungan sudah disusun lebih dahulu.
Yang perlu dikaji ialah situasi belajat mengajar di kelas dan faktor-faktor
yang melatar belakangi situasi belajar-mengajar itu.
b.
Observasi kelas
Melalui perkunjungan kelas, supervisordapat
mengobservasi situasi belajar-mengajar yang sebenarnya. Ada dua macam observasi
kelas.
b.1 Jenis Observasi
-
Observasi langsung (direct observation)
Dengan menggunakan alat observasi,
supervisor mencatat absen yang dilihat pada saat guru sedang mengajar.
-
Observasi Tidak Langsung
Orang yang diobservasi dibatasi oleh ruang
kaca di mana murid-murid tidak mengetahui (biasanya dilakukan dalam
laboratorium untuk pengajaran mikro.
b.2 Tujuan Observasi
-
Untuk memperoleh data yang seobyektif mungkin
sehingga bahan yang diperoleh dapat digunakan untuk menganalisis
kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru-guru dalam usaha memperbaiki hal
belajar-mengajar.
-
Bagi guru sendiri data yang dianalisis akan
dapat membantu untuk mengubah cara-cara mengajar ke arah yang lebih baik.
-
Bagi murid-murid sudah tentu akan dapat
menimbulkan pengaruih positif terhadap kemajuan belajar mereka.
b.3 Apa
yang di observasi
-
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai maka
supervisor haus mengetahui dengan jelas apa yang harus diobservasi.
Hal-hal yang perlu diobservasi antara lain :
-
Usaha serta kegiatan guru dan murid.
-
Usaha dan kegiatan antara guru dan murid dalam
hubungan dengan penggunaan bahan dan alat pelajar.
-
Usaha dan kegiatan guru dan murid dalam
memperoleh pengalam belajar.
-
Lingkungan sosial, fisik sekolah, baik di dalam
maupun di luar ruang kelas dan faktor-faktor penunjang lainnya.
b.4
Syarat-syarat untuk memperoleh data dalam observasi
Hal ini tergantung dari sikap dan cara si pengamat
itu sendiri sewaktu mengadakan observasi antara lain :
-
Menciptakan situasi yang wajar (cara masuk
kelas), mengambil tempat di dalam kelas yang tidak menjadi pusat perhatian
anak-anak, tidak mencampuri guru yang sedang mengajar, sikap waktu mencatat
tidak akan menimbulkan prasangka dari pihak guru.
-
Harus dapat membedakan mana yang penting untuk
mencatat tidak akan menimbulkan prasangka dari pihak guru.
-
Bukan melihat kelemahan, melainkan melihat
bagaimana memperbaikinya.
-
Harus diperhatikan kegiatan atau reaksi
murid-murid tentang proses belajar.
b.5
Kriteria yang dipakai dalam observasi
Segala sesuatu yang dikumpulkan dan dicatat
haruslah :
(1). Bersifat
obyektif-maksudnya ialah bahwa segala sesuatu yang dicatat adalah data yang
sebenarnya tanpa ada pengaruh unsur subjektif dari supervisor.
(2). Apa
yang dicatat harus dapat kena sasaran seperti apa yang dimaksud. Sering terjadi
orang mencatat sesuatu bukan berdasarkan apa yang dilihatnya tetapi apa yang
dipikirkannya. Data yang demikian biasanya valid (tepat).
(3). Oleh
karena itu pencatatan yang tidak tepat seperti yang dimaksudkan, maka data yang
diperoleh dengan sendirinya tidak dapat dipercaya. Padahal data yang diperoleh
haruslah data yang dapat dipercaya. Dalam observasi kelas sebaiknya hanya
mencatat apa yang dilihat bukan apa yang dipikirkannya. Data dari
catatan-catatan itu akan “berkata” dan memberikan kencederungan tafsiran
terhadap situasi belajar dan mengajar.
b.6
Alat-alat Observasi
Untuk
memperoleh data tentang situasi belajar mengajar dipergunakan beberapa alat
anatara lain :
1. Check
List
Check List adalah suatu alat untuk mengumpulkan data dalam
memperlengkapi keterangan-keterangan yang lebih obyektif terhadap situasi
belajar dan mengajar di dalam kelas. Bentuk dari check list item yang
sudah disediakan lebih dahulu dan si penjawab hanya tinggal mengecek tiap item
tersebut.
a. Evaluative
Check List
Evaluative Check List adalah suatu daftar yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara berkelompok dan merupakan standar
beserta skla penilaiannya. Misalnya, pertanyaan tentang keaktifan antara guru
dan murid perhatian murid-murid sewaktu guru memberikan pelajarannya, dinamika
kelas dan sebagainya. Susunannya dapat berupa pertanyaan (statement)
atau item-item yang dijawab
dengan “ya” atau “tidak”.
b. Activity
Check List
Activity Check List
c.
Percakapan pribadi
d.
Inter-visitasi
e.
Penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar
f.
Menilai diri sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar